Ternyata tulisanku di twitter itu terbaca oleh Shinta.
Keesokannya, dimana embun masih berteman dengan kicauan
burung di atas atap sekolah.
“Apa maksudmu? Apa urusanmu?”
“Kamu ngomong apa?” elakku sambil sengaja memperlihatkan
kalau sebenarnya benar dialah yang kumaksud.
“Muka dua! Di depan, kamu dukung aku, di belakang, kamu
tusuk aku. Maumu apa?” intonasinya meninggi.
“Tak usah berpura-pura. Kamu mau cari sensasi? Kamu
terobsesi biar dikenal orang?” balasku untuk tetap tenang sambil berusaha
membuatnya sakit hati dengan kata-kataku.
Tak peduli, aku ingin membela yang benar, bukan seorang yang
layaknya tak punya harga diri sepertinya.
Diikutsertakan dalam #FF100Kata. (http://sindyisme.blogspot.com/2013/11/ff100kata.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar