Juli 01, 2014

Chicken Nite Private Party

Jam tangan Alba yang tergulung di tangan kiriku telah menunjukkan pukul 9 malam. Aku masih duduk dengan segelas whiskey jenis XO Hannesey di atas mejanya. Ceritanya, aku akan bertemu kawan lamaku, Roy, di sebuah bar di bilangan Thamrin. Menurut kabar burung, Roy adalah seorang pengusaha keramik dan mebel, yang notabene bisa disebut orang yang hidupnya sangat berkecukupan.

Pukul 9.10, dia datang. Ternyata ia tidak sendirian, ia bersama Jeffry, partner kerjanya. Tak banyak yang berubah dari Roy. Masih berperawakan borju, segala yang dikenakan tetap serba brand-minded, sampai mobil Range Rover-nya yang tetap mengkilap meski berubah warna dari yang dahulu. Masih tak berubah dari 8 bulan yang lalu saat aku bertemu dengan Roy di salah satu tempat clubbing terkemuka di Jakarta Pusat. Ya, kami, John dan Roy, adalah salah dua dari kalangan nite-society. Aku yang memang masih bujangan sampai umur ke-27 sekarang sudah cukup berpengalaman dalam menyambangi berbagai macam bar, kafe, dan diskotik. Namun, Roy masih lebih banyak makan asam garam dalam dunia party malam hari. Apalagi, Roy memang memiliki banyak relasi dengan kalangan orang berduit dan senasib dengan Roy, pria beristri namun masih belum dapat menemukan kenikmatan dalam bercinta. Sedangkan, Jeffry masih bisa dibilang seorang newbie dalam kehidupan malam di kota besar, meskipun jam terbangnya dalam dunia seperti ini sudah cukup banyak.