“Delapan… Sembilan… Sepuluh! Ah, Aldi kena!”
“Curang! Kamu curang! Hitungnya yang benar dong!”
“Jangan mengelak! Aku sudah hitung dengan benar tadi, kamu
saja yang lambat!”
Semakin sore, dan azan maghrib pun berkumandang. Kami
menyudahi permainan kami.
Satu yang membekas saat selesai permainan. Bukan, bukan kotoran
ataupun luka.
Tapi, seorang gadis yang tadi duduk sambil terus
memerhatikanku dari pos satpam.
Entahlah, saat aku memenangkan permainan, dia terlihat
sumringah kegirangan, jika aku kalah, wajahnya seperti memberikan semangat
kepadaku.
Jangan salah, aku juga memperhatikannya tanpa
sepengetahuannya tadi. Mata dan hatiku seperti terkena virus, kalau kata anak
gaul, virus cinta. Sekali didapatkan, susah dihilangkan.