Januari 19, 2014

Aku Dibuat Berbeda Oleh-'nya'

“Oh, sh*t. I really miss him. Please, come back.” Katanya sambil melihat pesawat ******* dengan nomor penerbangan **-*** lepas landas dari Bandara International Ngurah Rai.

Kata orang, the time you feel lonely is the time you most need to be by yourself. Terry,  22 tahun, mahasiswa semester akhir di salah satu universitas swasta terkemuka di ibu kota. Dia berhasil merampungkan studinya hingga saat itu dengan kerjaannya, escort boy. Ya, jajan sehari-harinya didapat dengan ‘menjajakan’ dirinya, tentu saja dengan ‘permainan’ yang cukup aman.

Semuanya berawal dari ketika Terry duduk manis di deretan pinggir sebuah café, di salah satu mall elit Jakarta. Jemarinya menari cepat di atas laptop dengan memanfaatkan wi-fi setempat. Anak yang cukup frontal, dari penampilannya sudah sangat terlihat kalau dia memang seorang… cowok bayaran.

“Cowok bayaran?” Terry masih sangat ingat, wanita yang sedang menghirup dalam-dalam udara sore di sampingnya itu, membuka pembicaraan.

“Yep, ada yang bisa saya bantu?” suara Terry yang berat menjawab. Dia sudah terbiasa dengan pertanyaan itu, dan tentunya dia sudah bisa menebak, apakah yang bertanya itu hanya mengetesnya atau untuk ‘memesannya’.

“Engg… kalau cowok bayaran gitu, sorry… maksud gue, sejauh apa gue bisa memperlakukan lo?” tanya wanita itu hati-hati.

“Maksudnya?”

“Hanya one night service atau … bagaimana?” 

“Gue masih belum ngerti. Biasanya ya dibayar untuk sekali melakukan make out dengan wanita mana pun yang membayar gue, tentu sesuai rate per malamnya.”

“Kalau gue booking seminggu, gimana?”

“Hah? Seminggu?” Segitu maniak seks-nya kah wanita ini sampai-sampai ingin bercinta selama seminggu. Terry menjawab, “Are you okay?”

I’m good. Gue akan bayar seminggu, beserta tiket pesawat dan penginapannya.” ujar wanita di hadapannya yang membuat Terry terkejut.

Bentar… lo mau ngajak gue ke mana?”

“Bali, for a week. Semuanya gue yang tanggung. Gue butuh temen soalnya.” tandas wanita itu, yang membuat Terry semakin termangu.

Seriously, ini memang bukan yang pertama kali buat Terry harus menemani client-nya bercinta plus jalan-jalan kemana pun yang mereka mau. Tapi, tak sampai untuk keluar daerah, bahkan keluar pulau. “Tapi, gue bukan anak cupu yang gak berani dan gak mau kemana-mana. Asal ada yang ngalokasiin dana, gue pasti berangkat, kemana pun gue jabanin.” pikirnya.

Bukannya Terry gak mau menerima rezeki nomplok seperti ini. Di kepalanya, bercinta di Bali, how sexy, apalagi sambil liburan dan jalan-jalan. Terry memang lagi butuh itu buat menjernihkan pikirannya yang sudah jenuh dengan kuliahnya, dan tentu dengan pekerjaan seperti ini. Tapi, Terry bukan cowok sembarangan yang menerima tawaran banyak wanita untuk menemaninya dengan iming-iming bayaran dalam jumlah besar apalagi dibonusin liburan, yang seperti bermottokan, ‘kapan lagi?’

“Kenapa lo ngajak gue? Bukan temen-temen atau bahkan keluarga lo?” tanya Terry sopan.

Terry mendengar wanita itu menghela napas berat. “Gue baru ditinggal pacar gue. Padahal udah ada rencana buat nikah, tapi, yah… permasalahan klasik.” katanya. Terry menatap sedikit isak tangis di pipi sang gadis itu. “Gue butuh orang untuk mendengar semua cerita gue, untuk ada di samping gue. Bukan, bukan orang yang gue kenal, melainkan yang gue baru temuin. Gue tahu melarikan diri dengan cara ini adalah ide gila, bahkan gak akan menyelesaikan masalah gue atau malah membuat mantan gue balik lagi sama gue. Tapi gue gak tau harus ngapain…“

Akhirnya Terry mengiyakan tawaran wanita itu yang memperkenalkan diri, dengan nama Kezia. 

***

“Ter, sejak kapan lo mulai jadi escort boy, gitu? Gak pengin ikut kontes-kontes kayak L-Men atau semacemnya? Atau mungkin jadi model gitu?” lirik Kezia sambil sengaja melepaskan kacamatanya dan melirik lekuk tubuh Terry penuh minat. Enam persegi yang tercetak sempurna di perut Terry, yang seperti terfotokopi tepat di kemeja garis-garis yang dikenakan Terry. Imannya juga seperti diuji dengan pandangan bola matanya yang menjalar di bagian otot-otot bisep dan trisep milik Terry. Kezia mengenakan kacamatanya kembali, takut gelap mata.

“Hahaha… tumben-tumbenan ada yang nanya gue begini loh, Kez. Biasanya cuman tinggal make doang,” tawa Terry berderai diikuti Kezia yang menyandarkan tubuhnya di dada Terry. “Pernah, mungkin lima tahun yang lalu, Kez. Ah, sama aja ternyata ikut-ikutan begitu. Apa bedanya, sih. Toh, yang ditonjolin aurat-aurat  juga.”

Kezia tertawa manis saat pelan-pelan Terry mengelus kepalanya kemudian membenahi poninya. 
Pada detik yang lain, saat bola mata bersampulkan softlens milik Kezia menatap Terry dalam-dalam, seperti ada yang berdesir di dalam tulang rusuk Terry. Pertama, dia merasakan penyesalan yang teramat sangat. Dia seperti menyadari, bahwa tindakannya jauh dari kata gentleman jikalau boleh menyampingkan pekerjaannya itu. Maksudnya, semua biaya yang dikeluarkan Kezia, khusus hanya untuknya. Kedua, Kezia seperti benar-benar menghargai dirinya. Dia tahu bagaimana memperlakukan laki-laki dengan baik, apalagi kepada dirinya yang sebenarnya bukan siapa-siapanya dan gak perlu diperlakukan se-special ini, sebagai cowok yang terbiasa membuka celana untuk banyak wanita dan dibayar. Ketiga, dia sepertinya jatuh cinta. Terlalu cepat, Terry tahu. Bukannya cinta itu sering datang tiba-tiba? Dan, kebanyakan orang-orang akan menolak kehadiran cinta itu dengan berusaha untuk memungkiri dan memutarbalikkan keadaan yang pastinya hanya menyakiti dirinya sendiri.

“Terry… “
 
Terry tersentak. “Eh, maaf. Nanya apa barusan?”

Kezia tersenyum, kemudian mengecup bibir Terry dengan cepat. “Gak kok. Gak tanya apa-apa.”

Entah kenapa, muka Terry merona seketika.

Kezia tertawa sebelum bibirnya dilumat Terry, di salah satu hotel ternama tepat depan pantai Kuta, Bali.

***

Lagu “Take me or leave me” versi Glee menyambut Kezia saat dirinya membuka pintu café berplang ‘Diamond Snack n’ Coffee’. 

“Selamat datang, Bu Terry.” suara ramah seorang pelayan yang sedang memasukan rainbow cake susun 7 warna yang masih hangat ke dalam etalase, menyapanya. 

“Iya mas, pak Terry mana?” belum sempat pelayan tersebut menjawab, “Cappucino Latte-nya satu, ya,” tambahnya, kemudian duduk di salah satu kursi di dalam ruangan itu.

Dari kejauhan Kezia melihat Terry turun dari tangga sambil keduanya saling melontarkan senyuman ala pasangan suami istri. 

“Kamu udah lama nyampenya?” tanya Kezia kemudian mengecup kening istrinya. 

“Barusan kok.”

Perbincangan terus berlanjut seiring pengunjung café terus silih berganti.

***

Jam tangan bermotif salah satu kartun Disney milik Kezia sudah menunjukkan pukul 8 malam. Keadaan Bandara Internasional Ngurah Rai saat itu masih padat meskipun kebanyakan agro penerbangan akan menerbangkan masing-masing rute penerbangan terakhirnya pada hari itu.
Malam itu, saat Terry dan Kezia harus berpisah dan terpisah. Perasaan mereka? Yah… seperti telur yang direndam di dalam air cuka. Dari keras dan tak gampang pecah jika tak diganggu, menjadi lunak dan gampang rapuh. Perpisahan ala semua orang, cium pipi kanan, pipi kiri, kening, dan tentunya, bibir. Kezia mencoba untuk menahan tangisannya, meski isak sudah terlihat jelas dari matanya yang berkaca-kaca, sambil berjalan menuju parkiran taxi.

“Kez, tunggu… “

Kezia menoleh pelan, “Ya, Ter?”

Terry melepaskan pegangan kopernya dan berjalan mendekati Kezia yang mendadak bingung. Terry tahu ini agak-agak norak dan seperti meniru kebanyakan adegan FTV.  Tapi dia gak tahu kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Hasilnya dia gak peduli. “Gak tahu kenapa, seminggu yang dulu itu, membuat gue banyak belajar dari lo.” Terry menggaruk kepalanya yang gak gatal, kemudian tersenyum jayus. “Yang jelas bukan gaya bercinta baru. Saat bersama dengan lo, gue merasa jadi diri sendiri. Bukan Terry yang harus berpura-pura nafsu dengan ‘pasangannya’. Bukan Terry yang harus berpura-pura suka dan semangat melakukan ‘tugasnya’. Bukan Terry yang… “

Kezia sebenarnya ingin tertawa saat mendengar ucapan-ucapan Terry saat itu, tapi dia berusaha untuk mendengarkan kelanjutannya dengan muka memerah.

Jujur saja, Terry hampir tidak pernah untuk ngomong sok cute begini kepada wanita. Dia hanya paling jago untuk memuji kehebatan pasangan making love-nya yang menguasai berbagai gaya bercinta. Jadi, kalau harus ngomong seperti ini, apalagi yang harus pakai perasaan dan hati, dia benar-benar seperti bocah laki-laki yang pertama kali mimpi basah, yang bahkan tidak tau apa arti dari mimpi basah sendiri. Linglung, seperti anak kehilangan arah. Malah sampai bingung untuk mendeskripsikan perasaannya sendiri, bahkan ke istrinya. Jadi dia malah melanjutkannya dengan salah satu quote yang seperti baru diciptakannya sendiri, padahal sudah ada penyanyinya, yang menceritakan dan mewakili seluruh perasaannya;

Beautiful girl, wherever you are, I know when I saw you, you had opened the door, I knew that I’d love again, after a long, long while, I’d love again.”

“With?” ledek Kezia.

Tanpa jawaban, simpel, sebuah kecupan bersarang lagi tepat di lekukan bibir manis berbentuk mirip bulan sabit milik Kezia. Yang mana, itu adalah kecupan terdahsyat yang pernah dilakukan dan diberikan oleh Terry kepada wanita-wanita yang pernah menjadi ‘pelanggannya’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar