Maret 04, 2015

Dia

"Hahaha! Dasar orang aneh."

Dia menertawaiku.

"Lihat dirimu. Rasanya sudah tak perlu aku menyuapkan makanan ke mulutmu itu kan?"

Dia mengejekku.

"Ayo bertumbuhlah, kau lupa akan perjanjian kita? Kita akan sukses bersama-sama! Apa kau sudah menyerah?"

Dia meremehkanku.

Aku bukan sok tegar, tapi bukannya istilah 'jauh di mata dekat d hati' itu susah untuk diwujudkan? Coba pahamilah. Kau tak tahu rasanya karena kau tak berada di posisiku.

"Hei! Jangan melamun, atau kau tahu akibatnya!" tambahnya. Dia tersenyum sambil menunjukkan muka jeleknya.

Kau tak akan mengerti. Kita pribadi yang berbeda, dan selama ini mencoba untuk sama. Tapi sayang, keinginanku tak bisa semudah itu terkabul.

Dia berbicara sesuatu tapi tak terdengar karena suara desing ini terlalu menganggu. Kubaca gerak bibirnya, tetap aku tak tahu apa ucapnya. Sempat masuk ke fase ingin tahu, namun akhirnya aku memilih tak mau tahu.

"Baiklah. Semoga beruntung." kataku, sambil melambaikan tanganku ke kereta yang telah hilang diujung mata.

Aku hanya ingin kau setidaknya mengerti. Sesederhana itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar