Pertama,
Pahit, asam, manis,
asin, dan mati rasa. Layaknya terjatuh dari pohon kelapa yang bertengger di tepi
nenaungan pantai.
Asam dari baku hantam
perasaan orang lain. Asin dari banyak pesan dan kesan dari pengalaman senja.
Pahit dari lubuk hati, mengecap obat dan tak bisa meluluhlantahkannya kembali.
Manis? Seperti menutupi segalanya dengan cerminan singgungan garis lengkung
bibir anak manusia. Mati rasa, kepekaan mati dan berujung pada pertanyaan-pertanyaan
masa muda.
Kedua,
Spring, Summer, Fall, dan Winter.
Senyum berganti gelak tawa, kemudian berubah menjadi suasana sendu, dan berakhir
dengan gemertak gigi.
Musim semi, perasaan
lubuk terdalam seperti menggali semua kenangan masa lampau dan berhasil membuat
kernyitan di dahi remaja abad 20an. Musim panas, raut menggemaskan muncul dari
kumpulan bocah yang menjaga kawanan lembu dan domba, mendalami seni peran sebagai
orang-orangan sawah. Musim gugur, tak jauh dari perasaan berbentuk sakura,
jatuh bersama bunyi alam keheningan. Musim dingin, tautan topi hangat berdampingan
dengan jiwa yang “ditusuk” dari 8 arah angin, menunggu datangnya kawanan kebahagiaan
di balik topeng ketidakpastian.
Ketiga,
Cinta yang terdalam
bukanlah cinta yang tak lekang oleh waktu, bukan cinta yang tak dapat digugah
oleh siapapun, tapi adalah yang tahu apa cinta itu, untuk siapa cinta itu, dan
akan menjadi apa cinta itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar