Februari 03, 2015

Maaf


Dear diary,
Kadang, rasanya ingin tutup telinga. Supaya tidak mendengar terlalu banyak. Supaya tidak merasa cukup tahu. Di sini, terlalu banyak merasa mengetahui benar-benar jebakan manis untuk diri sendiri. Iya, jebakan manis. Seolah-olah menyenangkan. Padahal bikin depresi.

JLEB! Seketika aku menelan ludah setelah membaca kalimat-kalimat itu.

Tahukah kau, di sini juga begitu. Terlalu riuh karena manusia-manusia yang tak henti-hentinya bercerita ini-itu, dan sebagian besar melulu tentang masalah hidupnya. Bukannya aku menguping, tapi tak sengaja mendengar yang berlanjut pada fase ingin tahu, kemudian bosan, dan masuk pada fase cukup tahu hingga kini sudah pada fase tak mau tahu. Tapi sayangnya, suara-suara itu masih saja bersahutan, semakin ramai malah. Dan aku–bisa dikatakan–mulai depresi karenanya.


Bagaimana meredam keriuhan itu? Sudah kucoba untuk menutup telinga tapi tetap saja indra pendengaran ini terlalu tajam. Tak mungkin juga aku meminta kepada Pencipta untuk membuatku tuli hanya karena suara-suara itu. Tunggu, kenapa bukan mata? Mata ini? Disuruh untuk melihat hal (yang terpaksa kuanggap) bodoh itu? Tidak, terima kasih. Sayangnya, dunia tak se-simple Twitter. Susah menemukan tombol mute, dan hidup berlangsung normal kembali.

PS: Maaf, membaca “buku pribadi”mu dan membawanya ke  perasaanku tanpa sepengetahuanmu. Sekali lagi, maaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar