Maret 04, 2015

Turut Bahagia, Kak

"Kau tahu kakak itu?"

"Anak basket itu? Aaah, kau menyukainya ya?"

"Jangan mengada-ada. Jangan buat gosip!"

"Baiklah, asal kau tahu. Pacarnya itu anak modelling. Mau bersaing dengan dia? Jangan harap."

"Oh ya? Yang mana dia?"

"Itu! Dia sedang dengan bersama gerombolannya!" tunjuknya.

Kulihat kemana jari telunjuk Nana terarah.

"Yang benar? Sudah kubilang, jangan mengada-ada!"

"Untuk apa aku bohong? Lihat saja dan buktikan sendiri."

"Tak perlu, toh aku juga tak peduli." kataku sambil meninggalkannya.

Senyumnya! Ah! Aku meleleh!

Melihat dia mengernyitkan mata saja, sudah mampu membuatku tak bisa tidur malamnya.
Sudah kuduga, aku jatuh cinta padanya. CINTA. Ya, padanya.

Tapi mau bagaimana lagi, aku hanya bisa memandanginya dari jauh dan mengubur perasaan ini dalam-dalam.

--------

5 tahun kemudian.

Kakakku menikah.

Jujur saja, aku benar-benar iri dengannya. Sebagai adik, aku iri ketika melihat dia bersanding dengan lelaki pillihannya. Kemudian berfoto bersama sahabat-sahabat lamanya di atas pelaminan.

Aku tersenyum.

dan...

Menetes. Duh! Harusnya aku tak menunjukkan air mata ini di hari bahagia kakakku satu-satunya.

"Tapi, anggaplah ini ucapan turut berbahagia, kak." batinku.

Kakak memang layak dan patas untuk mendapat pasangan yang seperti dia. Tak peduli apapun, aku sayang kakak.

Semoga dia tak membatasi kakak untuk bekerja kembali, ya.

Dan, semoga kakak juga tidak membatasinya untuk terus bermain basket, ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar